Entah sejak kapan tepatnya saya jadi (lebih) sering ditemani secangkir white coffee dikala ngobrol sendiri.

27 Nov 2017

Perempuan Kurang Ngobrol

Ini tulisan terinspirasi saat ngobrol sama temen di chat room. Dia bilang saya ada bakat nge-blog karena pernah membaca salah satu postingan saya (huhuy ge-er dikomen begitu secara yang komenin itu penulis novel loh). Lah saya kan? cuma remahan biskuit camilan penulis di saat dikejar tenggat. Wkwkwk.

Jadi, suatu pagi saya chatting-an sama dia untuk tanya bagaimana caranya publish cerita di aplikasi Wa****d. Aaahh iya saya memang kadang males mencari tau sendiri. Setelah beberapa kali mencoba dan belum berhasil akhirnya saya putuskan untuk bertanya. Bukankah malu bertanya, sesat teman setan 😁.

Menulis sempat menjadi rutinitas saat saya masih di sekolaha dasar. Sempat berhenti karena lebih keren (anggapan saya dulu, dan saya menyesal) jadi pemain basket dan karateka semasa sekolah menengah. Hehehe.

Saat badan tak lagi atletis dan stamina lebih banyak terpakai untuk akrobatik urusan RT, menulis kemudian menjadi 'pelarian' saya. Lebih-lebih setelah berhenti bekerja dan mengasuh dua anak kecil dan satu anak besar (baca: bapaknya dua anak kecil tsb)πŸ˜„ Banyaknya waktu luang di saat anak-anak sekolah dan 'kemalasan' saya ngobrol dengan orang hahaha. Iya terkadang saya merasa autis (dalam tanda kutip)

Padahal sebagai wanita, suatu 'keharusan' untuk berbicara banyak. Iya wanita memang ditakdirkan untuk banyak bicara. Menurut artikel yang saya baca yang berjudul 'Wanita Bicara 20ribu Kata per hari, Pria Hanya 7000 Kata'. Baca lengkapnya disini. Di artikel itu tertulis bahwa sebuah penelitian menunjukkan kadar protein FOXP2 didalam otak manusia (wanita) yang menjadikan wanita lebih banyak bicara dibandingkan pria.

Jadi wajar ya klo perempuan umumnya lebih banyak bicara ketimbang pria. Karena ternyata dari sononya (baca: diciptakan Tuhan) emang di design begitu. Nah yang menarik adalah bagaimana perempuan itu memutuskan untuk 'banyak' ngomong perkara apa. Perkara baik ato sebaliknya. πŸ˜‰πŸ˜‰

Anggap aja menulis adalah pengganti berbicara. Bayangpun sehari 20 ribu kata. Klo dijadikan tulisan udah bisa jadi novel ga tuh?! Klo sekedar dipake bicara a.k.a ngobrol bisa jadi nambah dosa. Nah kalo diwujudkan dalam bentuk tulisan, ada tuh kesempatan untuk nambah uang saku ke mall😍😍😍. Aseeek.



-Ta-

Mampir-mampir disini juga yaaa wordpress dan wattpad. Thank you.




















0

17 Nov 2017

Semangkuk Bakso Di Sore Hari


Saya terbangun dari tidur siang, lamat-lamat saya dengar dari kamar sebelah anak-anak sedang bermain entah apa. Setelah benar terjaga saya bangkit dari tempat tidur membuka lebar korden, memandang luas keluar jendela. Hujan lumayan deras. 

Saya keluar dari kamar dan menuju kamar disebelah tempat anak-anak bermain. "Koq ga tidur siang?" pertanyaan saya meluncur begitu melihat mereka sedang duduk di lantai. Didepan mereka berserakan alat tulis, pianika, mainan bahkan sisir rambut yang tadi saya cari. Beberapa uang logam berserakan dan beberapa lagi sudah berbaris rapi. "Mami, kita ini lagi ngitung uang di celengan" Kata si adik. Si kakak melihat sebentar ke arah saya dengan mimik nyengir sambil tetap mengingat hitungannya.

Saya kembali ke kamar saya. Membereskan tempat tidur kemudian berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah rumah. Saya melihat cipratan air yang membasahi lantai teras belakang rumah dan bergumam "hujan turun lumayan deras".

Saya duduk di kursi teras belakang menikmati hujan yang tinggal rintiknya saja. Angin mengelus wajah saya. Dingin. Tumbuhan di taman terlihat segar, hijau dengan beberapa butiran air yang masih tinggal di dedaunannya. Adem. Saya mendongak keatas menatap awan yang menggantung di langit. Indah sekali. 

Cuaca seperti ini yang saya nantikan setelah berbulan-bulan sangat terik. Saya belum beranjak dari kursi. Saya masih menikmati suara rintik hujan, entah tiba-tiba saya terbayang semangkuk bakso terhidang di depan saya. Pasti lezat. Dingin-dingin begini makan semangkuk bakso hangat dan pedas. 

Agaknya keberuntungan memang sedang berpihak pada saya. Duk duk duk tiinng... Tukang bakso lewat, saya panggil dan disinilah saya sekarang. Duduk di depan meja makan dengan semangkuk bakso hangat siap di santap.





-Penikmat Semesta-
0

Yes I Need An Assistant

Phuufff, saya baru saja meletakkan pantat saya di kursi, menikmati secangkir kopi putih sambil menonton serial NCIS, salah satu dari beberapa serial detektif favorit saya yang di tayangkan di FOX. 

Saya menikmati betul setiap sesapan white coffee yang membasahi bibir, turun mengaliri kerongkongan dan berakhir di lambung. Sedap.

Terasa lega duduk di depan televisi dengan kondisi rumah yang rapi, bersih. Cucian sudah tergantung wangi di jemuran menunggu kering melambai manja ditiup angin dan disinari matahari pagi. Take a little break before i go to kitchen to cook a meal.

Menjalani sendiri rutinitas bersih-bersih pada saat si embak cuti karena keperluan keluarga. Saya rasa sesekali perlu juga mengerjakan ini itu sendiri. Menumbuhkan sense of belonging atas rumah dan segala isinya ini.

Yes i'm enjoy it......

just for a while.


Karena saya termasuk orang yang need an assistant. Bukan perkara capek badan ato sok-sokan punya assistant. Tapi lebih karena saya ingin menjalani keseharian saya dengan 'waras'. Punya waktu dengan diri saya sendiri misalnya melakukan hobi, janjian keluar bertemu teman-teman, ato sekedar baca buku ditemani angin sepoi-sepoi diberanda belakang rumah. Yang semua itu akan susah terlaksana tanpa bantuan orang lain.

How about you? kindly put you your comments below 

My selft need an assistant to help me to do 'the little' things, while i enjoy my 'big' things.





-Ta-




















0